Menjelang akan terselenggaranya malam puncak FFI 2016, perusahaan media intellijen global asal Australia, Isentia telah melakukan proses pemantauan pembicaraan netizen mengenai lima film terbaik yang dinominasikan oleh dewan juri FFI 2016 tersebut. Proses monitoring ini lalu dipetakan berdasarkan jumlah pembicaraan dan tonalitasnya.
“Kita memang belum mengetahui kira-kira film apa yang akan memenangkan ajang bergengsi ini. Namun dari pemantauan kami, Salawaku ternyata menjadi film yang paling banyak dibicarakan oleh warga media sosial selama periode 29 Oktober hingga 4 November,” tutur Luciana Budiman, Country Manager Isentia Jakarta.
Semua film yang masuk nominasi, tambah Luciana, memiliki tonalitas netral cenderung positif. Komposisi antara netral dan positif pun cenderung berimbang.
“Kalau kita perhatikan dari grafik yang diambil, di situ bisa dilihat rata-rata pembicaraan netizen tentang film-film ini nyaris tidak ada yang negatif. Topik pembicaraannya hampir semuanya tentang rekomendasi untuk menonton.”
Berdasarkan data yang dihimpun Isentia sejak 29 Oktober hingga 4 November, pembicaraan mengenai Salawaku mencapai 72,1%, diikuti oleh Rudy Habibie 16,48%, Athirah 4,55% dan Surat dari Praha serta Aisyah, Biarkan Kami Bicara masing-masing sebesar 3,41%. Data yang dianalisis selama tujuh hari menjelang penyelenggaraan FFI itu menunjukkan bahwa Twitter merupakan sumber pembicaraan terbesar percakapan tentang tema ini. Adapun saluran-saluran media yang paling banyak memberikan kontribusi pemberitaan tentang festival tersebut adalah portal kantor berita Indonesia.
“Total percakapan mengenai Salawaku mencapai 127 buzz. Diikuti Rudy Habibie 29 percakapan. Sedangkan tiga film lainnya rata-rata di bawah 10. Mengapa Salawaku paling banyak dibicarakan, karena ini adalah film Indonesia yang baru akan diputar tahun depan tapi sudah bersaing di ajang Tokyo International Film Festival 2016 dalam kategori Asian Future, sehingga menjadi perbincangan ramai di media sosial,” tambah Luciana lagi.
Data yang dipublikasi, tuturnya lagi, murni merupakan hasil pembicaraan di kalangan netizen dan tidak didasarkan pada penilaian-penilaian seperti yang dilakukan oleh juri FFI.
“Kita berharap data ini bisa menjadi salah satu panduan bagi insan perfilman Indonesia untuk membuat film berkualitas yang marketable sekaligus tidak mengurangi unsur idealismenya,” tutup Luciana.
Film-film ini dinominasikan oleh hampir 200 orang juri yang terdiri dari para pekerja perfilman dari berbagai asosiasi, seperti Asosiasi Produser Indonesia (Aprofi), Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI), Asosiasi Casting Indonesia (ACI), Indonesian Film Directors Club (IFDC), Indonesian Motion Picture Audio Association (IMPACT), Rumah Aktor Indonesia (RAI), Indonesian Film Editors (INAFEd), Sinematografer Indonesia (SI), Indonesian Production Designers (IPD), dan Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (PILAR).